Minggu, 22 Agustus 2010

Pembatasan Upaya Hukum Kasasi terhadap Objek Sengketa berupa Keputusan Tata Usaha Negara yang Jangkauan Berlakunya di Daerah tertentu.

Oleh: Gerhat Sudiono, S.H.

Dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung pada tanggal 15 Januari 2004 di Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9 telah membawa perubahan dalam proses penyelesaian sengketa TUN di Pengadilan TUN, karena dalam Pasal 45 A ayat (2) huruf c menyatakan bahwa terhadap perkara/ sengketa TUN yang objek gugatannya berupa “keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan” dibatasi/ dikecualikan pengajuan kasasinya.

Hal ini mempunyai konsekuensi hukum bahwa penyelesaian sengketa TUN di Lembaga Yudikatif/ Peradilan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Untuk keputusan TUN yang diterbitkan oleh Pejabat/ Badan TUN Pusat yang sifatnya nasional, penyelesaiannya melalui PTUN di Tingkat Pertama, PT TUN di Tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung (khusus sengketa yang ada upaya administrasinya melalui PT TUN di Tingkat Pertama dan selanjutnya langsung upaya hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali di Tingkat Mahkamah Agung).
2. Untuk keputusan TUN yang diterbitkan oleh Badan/ Pejabat TUN Daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan, penyelesaiannya menggunakan system dua tingkat, yaitu PTUN di Tingkat Pertama dan PT TUN di Tingkat Terakhir.

Dengan demikian proses hukum dalam pemeriksaan sengketa TUN di Pengadilan di satu sisi ada keputusan TUN objek sengketa yang oleh pencari keadilan dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung jika berkeberatan terhadap Putusan PT TUN di Tingkat Banding dan di sisi lain ada keputusan TUN objek sengketa yang oleh pencari keadilan tidak dapat diajukan lagi upaya hukum Kasasi jika berkeberatan terhadap Putusan di Tingkat Banding (PT TUN) ke Mahkamah Agung dikarenakan Putusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) di Tingkat Banding.

Dalam hal ini 2 (dua) hal yang perlu menjadi perhatian dalam rangka pelaksanaan ketentuan pembatasan upaya hukum kasasi perkara TUN adalah :
1. Parameter/ ukuran yang digunakan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama (PTUN) sebagai Pejabat Peradilan yang berwenang untuk menentukan apakah keputusan TUN objek sengketa jika dimohonkan upaya hukum kasasinya adalah keputusan pejabat daerah yang jangkauan berlakunya di wilayah daerah yang bersangkutan sehingga tidak dapat diterima pengajuannya harus didasarkan atas pertimbangan :
a. Keputusan Pejabat Daerah tersebut diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang secara atributif memberikan kewenangan langsung kepada pejabat daerah (tolak ukurnya dilihat dari peraturan dasar yang dijadikan dasar kewenangan penerbitan keputusan TUN objek sengketa).
b. Produk keputusannya hanya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan (dalam hal ini keputusan pejabat daerah tersebut diterbitkan dalam rangka melaksanakan otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi).
c. Tidak termasuk sebagai keputusan pejabat daerah yang dibatasi upaya hukum kasasinya apabila keputusan pejabat daerah tersebut sumber kewenangannya berasal dari pelimpahan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang secara atributif kewenangan tersebut merupakan kewenangan pejabat pusat.

2. Bentuk surat Ketua Pengadilan Tingkat Pertama (PTUN) tentang penolakan pengajuan kasasi dituangkan dalam format surat keterangan yang berisi “penetapan” bahwa terhadap surat keputusan TUN objek sengketa adalah termasuk keputusan TUN yang diterbitkan pejabat daerah yang tidak dapat diajukan upaya hukum kasasinya berdasarkan ketentuan Pasal 45 A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004 (bersifat judicieledaad) yang terhadap penetapan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum dan dikirimkan ke Mahkamah Agung untuk diketahui bahwa terhadap perkara tersebut putusannya telah berkekuatan hukum tetap di Tingkat Banding (PT TUN) sehingga upaya hukum biasanya telah selesai dan terhadap perkara tersebut hanya dapat dimohonkan pemeriksaannya di tingkat Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi melalui upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali.

Lebih lanjut dampak pembatasan upaya hukum kasasi terhadap perkara Tata Usaha Negara ini memiliki sisi positip, antara lain :
1. Kepastian hukum dalam perselisihan sengketa TUN dapat diperoleh lebih cepat karena diputus hanya dalam 2 (dua) tingkat saja yakni di PTUN sebagai pengadilan Tingkat Pertama dan di PT TUN di Tingakat Terakhir.
2. Implementasi dari Asas Peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 5 UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. Penumpukan perkara di Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi dapat dihindarai/ dikurangi.

Sedangkan dampak sisi negatip dari aturan Pasal 45 A ayat 2 huruf c UU Nomor 5 Tahun 2004 ini antara lain menurut penulis adalah kesempatan untuk mendapatkan rasa keadilan berdasarkan hukum dalam putusan pengadilan yang diharapkan oleh pencari keadilan akan berkurang seandainya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap di Tingkat Banding ternyata salah atau keliru dalam menerapkan hukum yang ada atau bahkan mengesampingkan hukum itu sendiri, dikarenakan kesempatan untuk memperbaiki putusan tersebut di Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara tertinggi melalui putusan Hakim Agung yang notabene secara pengetahuan dan pengalaman menangani perkaranya sudah lebih memadai daripada Hakim di tingkat pertama dan tingkat banding tidak dapat dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar