Minggu, 28 Februari 2010

PERMASALAHAN SKORSING (VIDE PASAL 67 UU NO.5 TH 1986) DALAM CONTOH KASUS

Oleh
Gerhat Sudiono, SH

1. Bahwa Surat Keputusan TUN (beschikking) yang sedang digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimohonkan kepada Pengadilan untuk ditunda pelaksanaannya sampai ada putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap hanya apabila terdapat keadaan mendesak yang menyebakkan kepentingan Penggugat sangat dirugikan jika Kepututusan TUN yang digugat tetap dilaksanakan dan Keputusan TUN yang digugat tersebut tidak diterbitkan/ tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan (vide Pasal 67 UU No. 5 Tahun 1986).

Bahwa terhadap ketentuan ini, di dalamnya terikat dengan asas hukum/ adagium hukum : “bahwa Surat Keputusan TUN tetap dianggap sah sampai dapat dibuktikan sebaliknya (rechmatig/ praesumtio justae causa)”, yang memiliki konsekuensi hukum bahwa suatu gugatan dalam sengketa TUN tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Surat Keputusan TUN yang digugat sebelum ada putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Surat Keputusan TUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik/ Algemene Beginselen van Berhoorlijk Besture (vide Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1986).

Atas ketentuan Pasal 67 UU No. 5 TAHUN 1986 tersebut, Hakim Pengadilan TUN diberi kewenangan diskresi untuk menerbitkan “Penetapan” penundaan terhadap Surat Keputusan TUN yang digugat, di mana terhadap kewenangan diskresi tersebut di atas Mahkamah Agung dalam Petunjuk Pelaksanaan Nomor 1 Tahun 2005 Tentang Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan TUN yang digugat telah memberikan kriteria-kriteria kepada Hakim dalam mengabulkan permohonan penundaan Surat Keputusan TUN yang digugat :

1. Objek sengketa harus merupakan Surat Keputusan TUN yang memang menjadi kompetensi absolute Pengadilan TUN.
2. Penundaan harus diajukan oleh Penggugat, bukan atas prakarsa Hakim.
3. Yang ditunda adalah daya berlakunya Surat Keputusan TUN, maka jika daya berlakunya Surat Keputusan TUN dihentikan, akibat hukumnya seluruh tindakan pelaksanaan Surat Keputusan TUN terhenti karenanya. Atas dasar itu tidak dibolehkan menetapkan penundaan pelaksanaan Surat Keputusan TUN yang digugat dengan hanya berlaku untuk sebagian saja (secara parsial).
4. Perbuatan faktual yang menjadi isi dalam Surat Keputusan TUN itu belum dilaksanakan secara fisik.
5. Penundaan dapat dikabulkan apabila kepentingan Penggugat yang dirugikan tidak dapat atau sulit dipulihkan oleh akibat Surat Keputusan TUN yang digugat terlanjur dilaksanakan. Oleh karenanya tidak setiap permohonan harus dikabulkan.
6. Ada keadaan atau alasan yang sangat mendesak yang menuntut hakim untuk segera mengambil sikap terhadap permohonan penundaan.
7. Sebelum mengabulkan permohnan penundaan, kepentingan Tergugat harus dipertimbangkan, maka Tergugat harus didengar terlebih dahulu mengingat sifatnya yang sangat mendesak itu, kalau perlu dapat dilakukan dengan melalui telepon/ telegram/ teleks/ faksimile.
8. Penundaan yang dimohonkan tidak menyangkut kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
9. Penetapan penundaan pelaksanaan Surat Keputusan TUN yang digugat dibuat tersendiri terpisah dari putusan akhir terhadap pokok sengketanya.
10. Penetapan penundaan yang dibuat, daya berlakunya mengikuti sampai dengan putusan pokok sengketanya berkekuatan hukum tetap.
11.Penundaan pelaksanaan Surat Keputusan TUN yang digugat tidak boleh ditetapkan dengan bersyarat selama jangka waktu tertentu.
12. Mengingat kepentingan Penggugat yang dirugikan terhadap pelaksanaan Surat Keputusan TUN yang digugat kemungkinan baru timbul pada waktu proses pemeriksaan di tingkat banding, maka atas dasar permohonan Penggugat, Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat pula menerbitkan penetapan penundaan, yang harus dilihat dan dipertimbangkan secara kasuistis.

Permasalahan yang kemudian muncul dalam praktek kadangkala berdasarkan fakta hukum yang ada Hakim berpendapat Keputusan TUN yang digugat di Pengadilan jika dikaitkan dengan syarat untuk dikabulkan penundaan pelaksanaannya telah memenuhi ketentuan seperti dimaksud dalam Pasal 67 UU No. 5 Tahun 1986 yakni kepentingan Penggugat sangat dirugikan dan tidak seimbang dibandingkan dengan manfaat yang akan dilindungi jika Keputusan TUN tersebut tetap dilaksanakan dan tidak ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan yang terkait dengan Keputusan TUN yang digugat tersebut, akan tetapi dikaitkan dengan Petunjuk Pelaksanaan Nomor: 1 Tahun 2005 khususnya pada point ke-4 yang mensyaratkan bahwa perbuatan faktual yang menjadi isi dalam Surat Keputusan TUN yang dimohonkan penundaan pelaksanaannya belum dilaksanakan ternyata pada saat diperiksa di Pengadilan sudah dilakukan dan dikarenakan perbuatan faktualnya bersifat terus-menerus (bukan termasuk jenis perbuatan yang pelaksanaannya dilakukan sekali saja dan langsung selesai, seperti perbuatan pembongkaran rumah) prosesnya tetap berjalan sampai dengan tenggang waktu pelaksanaan yang ditetapkan di dalam Keputusan TUN tersebut berakhir (ex. Keputusan TUN berupa pemberian izin usaha pertambangan yang memberikan hak untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan seperti kegiatan eksplorasi dalam jangka waktu tertentu). Di mana notabene hal ini justru mengakibatkan kepentingan Penggugat selaku pemohon penundaan akan semakin sulit dipulihkan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan gugatan Penggugat jika tidak dikabulkan penundaannya dikarenakan kepentingan Penggugat telah tidak mempunyai nilai guna lagi karena terhadap kepentingan tersebut berdasarkan keadaan yang ada pada waktu sengketa telah diputus Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap memang sudah tidak mungkin untuk diperoleh, sehingga esensi utama dari suatu Putusan Pengadilan untuk memberikan hak dari orang yang mencari keadilan dalam rangka mempertahankan haknya tidak dapat tercapai.


PEMBAHASAN :

Bahwa syarat utama yang ditentukan oleh Pasal 67 UU No. 5 Tahun 1986 untuk dapat dikeluarkannya Penetapan Penundaan terhadap Keputusan TUN yang menjadi objek gugatan oleh Hakim adalah apabila terdapat keadaan mendesak yang mengakibatkan kepentingan Penggugat sangat dirugikan akibat tetap dilaksanakannya Keputuan TUN yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, untuk dapat mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan TUN yang sedang digugat, yang harus menjadi pertimbangan Hakim adalah selain Keputusan TUN yang digugat tidak terkait dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan, Hakim juga harus mempertimbangkan apakah dengan tetap dilaksanakannya perbuatan faktual yang ditetapkan dalam Keputusan TUN yang digugat di mana perbuatan faktualnya sudah dilakukan sebelum ada gugatan di Pengadilan akan berakibat kepada Putusan Pengadilan yang tidak dapat memenuhi apa yang menjadi tujuan utama Penggugat dalam mengajukan gugatan pembatalan Keputusan TUN tersebut ketika telah berkekuatan hukum tetap, akibat Hakim tidak mengeluarkan penetapan penundaan pelaksanaan atas Keputusan TUN yang sedang digugat dengan maksud agar segala tindakan hukum yang merupakan tindak lanjut dari Keputusan TUN yang ditunda pelaksanaannya tidak dilaksanakan sebelum ada Penetapan atau Putusan lain dari Pengadilan.

Dengan demikian Hakim harus dapat membedakan apakah perbuatan faktual yang ditetapkan di dalam Keputusan TUN tersebut merupakan perbuatan yang sifat pelaksanaannya hanya sekali saja dan berakibat hukum selesainya tujuan yang ingin dicapai dari diterbitkannya Keputusan TUN tersebut ataukah perbuatan faktual yang ditetapkan di dalam Keputusan TUN itu merupakan perbuatan yang sifat pelaksanaannya memiliki konsekuesi dilakukan secara terus-menerus sampai dengan tenggang waktu tertentu yang pada akhirnya berakibat hukum selesainya tujuan yang ingin dicapai dari diterbitkannya Keputusan TUN tersebut. Sehingga walaupun Keputusan TUN yang digugat perbuatan faktualnya sudah dilaksanakan, akan tetapi jika perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang sifat pelaksanaannya secara terus-menerus sampai dengan tenggang-waktu tertentu di mana pada saat diperiksa di Pengadilan tenggang-waktu tersebut masih belum berakhir, Hakim sepatutnya mengabulkan permohonan Penggugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat dengan tujuan agar jika diputuskan Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap di kemudian hari terhadap gugatan Penggugat tersebut tujuan yang ingin dicapai oleh Penggugat dengan dibatalkannya Keputusan TUN tersebut dapat dirasakan oleh Penggugat dan tidak merupakan Putusan yang bersifat non-eksekutable dikarenakan apa yang menjadi hak Penggugat di lapangan sudah tidak ada lagi.